Kamis, 19 April 2012

Teori Kepemimpinan

Salah satu perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan model teori kepimpinan apa yang cocok untuk menghadapi perusahaan yang mengalami kebangkrutan?

Sony Bangkrut? Pecat 10.000 Karyawannya?

Pecat 10.000 karyawannya…itulah rencana yang baru saja kita dengar, Sony berencana merumahkan 10.000 karyawannya, akibat kerugian yang dideritanya. Gak tanggung-tanggung jumlahnya,  kerugian yang diderita sebesar 6.4 Milyar dollar (sumber: CNET Asia, Wall Street Journal). Padahal kita tahu Sony merupakan salah satu perusahaan paling kreatif dimuka bumi.
Siapa yang gak kenal Sony, perusahaan elektronik raksasa?
Jauh sebelum demam Ipod dari Apple, Sony-lah yang mempopulerkan produk Walkman, dimana hampir diseluruh dunia earphone. Sony juga yang menyebabkan anak-anak hingga orang dewasa keranjingan main PlayStation.
Di Indonesia, PS (PlayStation) sudah jadi satu hobi, bahkan menjadi peluang bisnis banyak orang, dengan maraknya penyewaan2 PS di perkotaan bahkan hingga gang-gang di perkampungan kumuh. Artinya secara “brand awareness” pastinya sudah sangat tinggi. Kalo mau dinilai -andaikata bangkrut- pastilah nilai dari “brand value”nya saja sudah gila-gilaan. Tapi pada kasus Kodak, brand value yang tinggi tetap tidak dapat menyelamatkannya dari kebangkrutan.
Di pasar handphone, seperti di Indonesia juga, duet brand Sony dengan Ericsson juga belum ampuh untuk memenangkan persaingan. Pasar hanphone murah dikuasai merek-merek China, sementara di pasar smartphone, I-Phone (Apple) dan Samsung lebih populer.
Ditahun-tahun teakhir focus pengembangan produk di Camera Digital juga mendapat sambutan pasar yang positif…bahkan mulai masuk ke pasar DSLR yang selama ini dikuasai Canon & Nikon.
Namun segala inovasi tersebut nyatanya tidak dapat membantu Sony lolos dari kerugian. Pasar TV yang selama ini jadi andalan Sony terus merosot drastis. Pada Era flat TV, LCD, LED…Sony terseok-seok dalam persaingan. Munculnya perusahaan2 inovatif Korea, bahkan ditambah juga merk2 murah China, satu-satunya menyelamatkan diri dari kebangkrutan dengan merubah haluan bisnis.

Tiga model kepemimpinan situasional yang disarankan untuk kasus ini, model apa yang cocok ?

Model – Model Kepemimpinan
1.       Model Kontigensi Fiedler
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.
Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan mempengaruhi keefektifan pemimpin,yaitu hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
2.       Model Kepemimpinan Vroom – Jago
Model kepemimpinan ini menetapkan prosedur pengambilan keputusan yang paling efektif dalam situasi tertentu. Dua gaya kepemimpinan yang disarankan adalah autokratis dan gaya konsultatif, dan satu gaya berorientasi keputusan bersama. Dalam pengembangan model ini, Vroom dan Yetton membuat beberapa asumsi yaitu :
a.       Model ini harus dapat memberikan kepada para pemimpin, gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi
b.      Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai dalam segala situasi
c.       Fokus utama harus dilakukan pada masalah yang akan dihadapi dan situasi dimana masalah ini terjadi
d.      Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi yang lain
e.      Beberapa proses social berpengaruh pada tingkat partisipasi dari bawahan dalam pemecahan masalah.

3.       Model Kepemimpinan Jalur Tujuan
Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.
Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan  model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

PENDAPAT SAYA:

Dari ketiga model kepemimpinan di atas yang cocok untuk menyelesaikan kasus tersebut dengan menggunakan model vroom-jago. Karena pemimpin di tuntut untuk bertindak sesuai dengan situasi, tiap – tiap masalah harus disikapi dengan tindakan yan g berbeda sesuai dengan situasi yang terjadi. Pengambilan keputusan haruslah yang bersifat efektif. Dalam hal ini pemimpin diharuskan memikirkan  banyak factor bukan hanya produksi tapi juga karyawan. Memang memecat karyawan adalah pilihan akhir untuk menghemat pengeluaran tapi berdampak pada hasil produksi yang makin sedikit. Melakukan inovasi atau mengurangi bahan baku yang dipakai supaya harga dipasaran bisa bersaing dengan produk lain. Ini tugas pemimpin yang harus mengambil keputusan sesuai dengan situasi saat ini.