SEKOLAH
DARURAT KARTINI
Kompas/Wisnu Widiantoro
Beginilah kondisi Sekolah Darurat
Kartini di pinggir Jalan Tol Lodan Raya -Sundakelapa -Tanjung Priok.
Adalah Sekolah Darurat Kartini yang
mengajak kaum terpinggirkan untuk bersekolah. Tak pakai biaya, yang
penting mau bersekolah dan belajar. Sekolah yang terletak di pinggir Jalan Tol
Lodan Raya (Sundakelapa -Tanjung Priok), ini disesaki oleh anak-anak berusia
belasan tahun. Mereka anak-anak dari pedagang asongan, pemulung, tukang
bangunan, dan tukang ojek, yang ingin meraih cita-cita setinggi langit.
Sejak pukul 07.00 sekolah dibuka hingga pukul 10.00 untuk murid taman
kanak-kanak belajar dan bermain. Sedangkan dari pagi hingga tengah hari, murid
sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas
(SMA) belajar pengetahuan umum. Setelah itu, siswa SD-SMA belajar keterampilan.
”Saya belajar membuat serbet makan,” ucap siswa kelas 6 SD, Fauziah (13), di SD
Darurat Kartini, Ancol, belum, lama ini. Ia mengatakan, sejak kelas tiga SD
sudah belajar ketrampilan. Sapu tangan dan taplak meja itu dijahit tanpa
menggunakan mesin. Menurutnya, hasil karyanya itu dijual ke pertokoan dengan
harga Rp 100.000 per set. ”Bahannya dikasih sama Bu Guru, tapi
hasil jualannya untuk saya,” katanya.
Sedangkan Maulana (15), siswa kelas 3 SMP itu belajar memasak. Ia belajar
membuat sop buntut dan hasil karyanya itu disajikan saat penyerahan sumbangan
dari PT Hero Supermarket Tbk di sekolahnya. Ia berencana menjadi seorang ahli
masak. ”Nanti, kalau sudah pandai memasak mau bikin usaha sendiri,” tuturnya.
Begitu juga dengan Eli (13) yang belajar membuat minuman dari buah-buahan
segar. Anak bungsu tukang ojek itu ingin suatu saat ini menjual keahliannya
tersebut.
Menurut pendiri Sekolah Darurat Kartini, Sri Rosiyanti dan Sri Irianingsih,
yang akrab disapa Ibu Kembar, pendidikan sangat penting untuk anak-anak.
Akan tetapi, hanya berbekal pengetahuan saja tidak cukup. Untuk bisa memenuhi
kebutuhan hidupnya, anak-anak juga memerlukan keterampilan. ”Setelah belajar
pengetahuan umum mereka harus belajar keterampilan,” ucap Rossy, panggilan Sri
Rosiyanti.
Biar Jauh Tetap Dikejar
Umumnya anak-anak yang bersekolah di Sekolah Darurat Kartini tinggal tidak jauh
dari sekolah tersebut. Namun, ada juga yang harus menempuh perjalanan setengah
jam berjalan kaki ke sekolah itu. Zubaedah, contohnya, ia setiap hari
mengantarkan anaknya yang duduk di bangku TK ke Sekolah Darurat Kartini. ”Kalau
naik angkutan, uangnya nggak ada,” ujar perempuan yang bersuamikan kuli
bangunan itu.
Ia mengatakan, taman kanak-kanak lain menetapkan bayaran sekolah yang tinggi.
Tapi, di Sekolah Kartini, ia tidak membayar sepeser pun. Malah, setiap hari
anaknya mendapat susu segelas dan makan nasi lengkap dengan lauk pauknya.
”Cuma, sekolahnya agak berisik. Semua kelas digabung jadi satu. Belum lagi,
kalau ada kereta lewat, suara guru yang mengajar jadi nggak kedengeran,”
tuturnya.
Walaupun kondisi sekolah masih minim, ia bersyukur anaknya bisa mengenyam
pendidikan. ”Ibu-bapaknya nggak punya banyak duit, tapi mudah- mudahan
anak saya bisa sekolah yang tinggi,” ujar Zubaedah penuh harap.